matematika dalam al-Quran

Jumat, 25 Desember 2009

”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS Ali Imran: 190).”Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).” (QS Yunus: 5).

”Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat: dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang Mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): ‘Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?

‘ Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.” (QS Muddatstsir: 31). ”Katakanlah: ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Alquran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain’.” (QS Al-Israa: 88).

Ayat-ayat di atas merupakan beberapa contoh yang disebutkan Allah dalam Alquran mengenai keberadaan angka-angka (bilangan). Tujuannya agar manusia itu menggunakan akalnya untuk berpikir dan meyakini apa yang telah diturunkan, yakni Alquran. Allah menciptakan alam semesta ini dengan perhitungan yang matang dan teliti. Ketelitian Allah itu pasti benar. Dan, Dia tidak menciptakan alam ini dengan main-main. Semuanya dibuat secara terencana dan perhitungan.

Abah Salma Alif Sampayya, penulis buku Keseimbangan Matematika dalam Alquran , menyatakan, bilangan adalah roh dari matematika dan matematika merupakan bahasa murni ilmu pengetahuan ( lingua pura ). Setiap bilangan memiliki nilai yang disebut dengan angka. Peranan matematika dalam kehidupan pernah dilontarkan oleh seorang filsuf, ahli matematika, dan pemimpin spiritual Yunani, Phitagoras (569-500 SM), 10 abad sebelum kelahiran Rasulullah SAW. Phitagoras mengatakan, angka-angka mengatur segalanya.

Kemudian, 10 abad setelah kelahiran Rasulullah SAW, Galileo Galilea (1564-1642 M), mengatakan: Mathematics is the language in which God wrote the universe (Matematika adalah bahasa yang digunakan Tuhan dalam menulis alam semesta).Hal ini menunjukkan bahwa mereka mempercayai kekuatan angka-angka (bilangan) di dalam kehidupan. Senada dengan pendapat Galileo, Carl Sagan, seorang fisikawan dan penulis novel fiksi ilmiah, mengatakan, matematika sebagai bahasa yang universal.

Dalam Alquran disebutkan sejumlah angka-angka. Di antaranya, angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 19, 20, 30, 40, 80, 100, 200, 1000, 2000, 10 ribu, hingga 100 ribu. Penyebutan angka-angka ini, bukan asal disebutkan, tetapi memiliki makna yang sangat dalam, jelas, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Misalnya, ketika ada yang bertanya mengenai jumlah penjaga neraka Saqar, dalam surah al-Muddatstsir ayat 31 disebutkan sebanyak 19 orang. Allah menciptakan langit dan bumi selama enam masa. Tuhan adalah satu (Esa), bumi dan langit diciptakan sebanyak tujuh lapis, dan lain sebagainya.

Penyebutan angka-angka ini, menunjukkan perhatian Alquran terhadap bidang ilmu pengetahuan, khususnya matematika. Yang sangat menakjubkan, beberapa angka-angka yang disebutkan itu memiliki keterkaitan antara yang satu dan lainnya. Bahkan, di antaranya tak terpisahkan. Begitu juga, ketika banyak ulama dan ahli tafsir berdebat mengenai jumlah ayat yang ada didalam Alquran. Sebagian di antaranya menyebutkan sebanyak 6.666 ayat, 6.234 ayat, 6.000 ayat, dan lain sebagainya. Perbedaan ini disebabkan adanya metode dalam perumusan menentukan sebuah ayat.

Bismillahirrahmanirrahim yang diletakkan sebagai kalimat pembuka dari keseluruhan ayat dan surah di dalam Alquran, memiliki susunan angka yang sangat menakjubkan. Kalimat basmalah itu bila dihitung hurufnya mulai dari ba hingga mim, berjumlah 19 huruf. Angka 19 ini, ternyata menjadi ‘kunci utama’ dalam bilangan jumlah surah, jumlah ayat, dan lainnya di dalam Alquran.

Begitu juga dengan angka tujuh, bukanlah sekadar menyebutkan angkanya, tetapi memiliki perhitungan dan komposisi yang sangat tepat. Misalnya, jumlah ayat dalam surah Al-Fatihah sebanyak tujuh ayat dan jumlah surah-surah terpanjang dalam Alquran (lebih dari 100 ayat) berjumlah tujuh surah.

Penyebutan angka-angka itu bukanlah secara kebetulan atau asal bunyi (asbun). Semuanya sudah ditetapkan oleh Allah dengan komposisi yang jelas dan akurat. Tidak ada kesalahan sedikit pun. ”Kitab (Alquran) ini tak ada keraguan di dalamnya dan ia menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 2).

”Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Alquran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Alquran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS Al-Baqarah: 23). ”(Alquran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.” (QS Ibrahim: 52).

Karena itulah, Stephen Hawking, seorang ilmuwan dan ahli matematika terkenal, yang pada awalnya tidak membutuhkan hipotesis Tuhan dalam mempelajari alam semesta, meyakini adanya unsur matematika yang mengagumkan yang melekat di dalam struktur kosmos (alam semesta). Hawking mengatakan, ”Tuhanlah yang berbicara dengan bahasa itu.”

Hal yang sama juga diungkapkan Albert Einstein, fisikawan terkenal dan penemu bom atom. ”Tuhan tidak sedang bermain dadu,” ungkap Einstein. Semua berdasarkan perhitungan, ukuran, dan perencanaan yang matang, bahkan ketika dentuman besar ( big bang ) pertama, di mana Allah dengan kata Kun Fayakun -nya, menciptakan alam semesta dalam hitungan t=0 hingga detik 10 pangkat minus 43 detik.

Stephen Hawking mengatakan, ”Seandainya pada saat dentuman besar terjadi kurang atau lebih cepat seperjuta-juta detik saja, alam semesta tidak akan seperti (sekarang) ini.”Itulah rahasia Allah. Semua yang disebutkan-Nya di dalam Alquran, menjadi tanda dan petunjuk bagi umat manusia, agar mereka beriman dan meyakini kebenaran pada kitab yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW. Wa Allahu A’lam.

Sejarah Angka di Dunia

Hampir tak ada negara di dunia yang tak mengenal angka (bilangan). Semuanya mengenal angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 0. Angka-angka itu menjadi roh dalam ilmu matematika. Sulit dibayangkan, andai tak ditemukan angka-angka tersebut.

Dalam berbagai literatur yang ada, tak disebutkan siapa orang yang pertama kali menemukan angka-angka atau bilangan tersebut. Yang pasti, menurut Abah Salma Alif Sampayya, dalam bukunya Keseimbangan Matematika dalam Alquran , catatan angka pertama kali ditemukan pada selembar tanah liat yang dibuat suku Sumeria yang tinggal di daerah Mesopotamia sekitar tahun 3.000 SM.

Bangsa Mesir kuno menulis angka pada daun lontar dengan tulisan hieroglif yang dilambangkan dengan garis lurus untuk satuan, lengkungan ke atas untuk puluhan, lengkungan setengah lingkaran menyamping (seperti obat nyamuk) untuk ratusan, dan untuk jutaan dilambangkan dengan simbol seorang laki-laki yang menaikkan tangan. Sistem ini kemudian dikembangkan oleh bangsa Mesir menjadi sistem hieratik.

Bangsa Roma menggunakan tujuh tanda untuk mewakili angka, yaitu I, V, X, L, C, D, dan M, yang dikenal dengan angka Romawi. Angka ini digunakan di seluruh Eropa hingga abad pertengahan.Sementara itu, angka modern saat ini, berasal dari simbol yang digunakan oleh para ahli matematika Hindu India sekitar tahun 200 SM, yang kemudian dikembangkan oleh orang Arab. Sehingga, angka tersebut disebut dengan angka Arab.

Dibandingkan dari seluruh angka yang ada (1-9), angka 0 (nol) merupakan angka yang paling terakhir kemunculannya. Bahkan, angka nol pernah ditolak keberadaannya oleh kalangan gereja Kristen. Orang yang paling berjasa memperkenalkan angka nol di dunia ini adalah al-Khawarizmi, seorang ilmuwan Muslim terkenal. Dia memperkenalkan angka nol melalui karyanya yang monumental Al-Jabr wa al-Muqbala atau yang lebih dikenal dengan nama Aljabar . Angka nol ini kemudian dibawa ke Eropa oleh Leonardo Fibonacci dalam karyanya Liber Abaci , dan semakin dikenal luas pada zaman Renaisance dengan tokoh-tokohnya, antara lain, Leonardo da Vinci dan Rene Descartes.

Pada mulanya, angka nol digambarkan sebagai ruang kosong tanpa bentuk yang di India disebut dengan sunya (kosong, hampa).Hingga kini, angka nol memiliki makna yang sangat khas dan memudahkan seseorang dalam berhitung. Namun, ada kalanya keberadaan angka nol ini dapat menimbulkan kekacauan logika.

”Jika suatu bilangan dibagi dengan nol, hasilnya tidak dapat didefinisikan. Bahkan, komputer sekalipun akan mati mendadak jika tiba-tiba bertemu dengan pembagi angka nol,” jelas Sampayya.Komputer diperintahkan berhenti berpikir bila bertemu dengan sang divisor nol. Hasil yang tertera pada komputer angka menunjukkan #DIV/0!.

Meyakini Kebenaran Alquran

Keistimewaan dan keajaiban angka-angka yang ada dalam Alquran, sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan bukti keteraturan dan keseimbangan yang dilakukan oleh Sang Pencipta dalam menyusun dan membuat Alquran serta alam semesta. Tak mungkin manusia mampu melakukan keseimbangan dan keteraturan yang demikian sempurna itu dalam sebuah hasil karyanya, selain Allah SWT.

Dalam surah Al-Baqarah ayat 2-3, Allah menjelaskan tujuan dari diturunkannya Alquran, yakni menjadi petunjuk bagi umat manusia untuk membedakan antara yang hak (benar) dan yang batil (salah). Sebab, tidak ada yang perlu diragukan lagi semua keterangan Alquran. Karena itulah, seluruh umat Islam di dunia ini, wajib untuk meyakini dan mempercayai kebenaran Alquran.

Penyebutan angka-angka dan keteraturan yang terdapat di dalamnya, merupakan bukti keistimewaan dan kemukjizatan Alquran. Keseimbangan dan keteraturan sistem numerik (bilangan) dalam Alquran dengan penciptaan alam semesta, menggambarkan hanya Allah SWT sebagai Tuhan yang satu.

”Dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya, dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang Mukmin itu tidak ragu-ragu.” (QS Al-Muddatstsir: 31). Wa Allahu A’lam.(rpb)
sumber suara media

ilhwan&akhwat sejatl

Rabu, 23 Desember 2009


seorang remaja pris bertanya kepada ibunya,''ibu,ceritakan kepada ku tentang
ikhwan sejati...!!'' sang ibu tersenyum dan menjawab....

ikhwan sejati.... bukanlah d lihat dari bahunya yg kekar,tetapi dari kasih sayangnya
pada orang di sekitarnya.

ikhwan sejati..... bukanlah di lihat dari suaranya yg lantang,tetapi dari kelembutannya
mengatakan kebenaran.

ikhwan sejati.... bukanlah d lihat dari jumlah sahabat di sekitarnya,tetapi dari sikap bersaahabatnya
pada generasi muda bangsa.

ikhwan sejati.... bukanlah di lihat dari bagaimana dia d hormati di tempat kerja,tetapi
bagaimana dia di hormati di dalam rumah.

ikhwan sejati....bukanlah di lihat dari kerasnya pukulan,tetapi dari sikap bijaknya
memahami persoalan.

ikhwan sejati....bikanlah di lihat dari dadanya yg bidang,tetapi dari hati yg ada
di balik itu.

ikhwan sejati.....bukanlah di lihat dari banyknya akhwat yg memuja,tetapi komitmennya
terhadap akhwat yg di cintainya.

ikhwan sejati....bukanlah di lihat dari jumlah barbel yg di bebankan,tetapi
dari tabahanya dia menghadapi lika-liku kehidupan.

ikhwan sejati.....bukanlah di lihat dari kerasnya membaca al-qur'an,tetapi dari konsistennya
dia menjalankan apa yg dia baca.

setelah itu,sang remaja pria kembali bertanya.siapakah yg dapat memenuhi kriteria
sprt itu ibu?'' sang ibu memberinya buku dan berkata....pelajari tentang dia.
ia pun mengambil buku itu,MUHAMMAD,judul buku yg tertulis d buku itu.



akhwat sejati.....

seorang gadis kecil bertanya kepada ayahnya,'' abi ceritakan pada ku tentang akhwat sejati?''
sang ayah pun menoleh dan kembal kemudian tersenyum.anakku...seorang akhwat sejati bukanlah
di lihat dari kecantikkan paras wajahnya,tetapi di lihat dari kecantikan hati yg ada di baliknya.


akhwat sejati....bikanlah di lihat dari bentuk tubuhnya,tetapi di lihat dari sejauh mana ia
menutupi bentuk tubuhnya.


akhwat sejati.....bukan di lihat dari begitu banyaknya kebaikkan yg ia berikan,tetapi
dari keikhlasan ia memberikan kebaikkan itu.


akhwat sejati.....bukan di lihat dari seberapa indah lantunan suaranya,tetapi
di lihat dari apa yg sering mulutnya bicarakan.

akhwat sejati.....bukan di lihat dari keahliannya berbahasa,tetapi di lihat dari bagaimana
caranya berbicara.

sang ayah diam sejenak sembari melihat ke arah putrinya.''lantas apalagi abi???''
sahut putrinya.ketahuilah putri ku.....


akhwat sejati.....bukanlah di lihat dari keberaniannya dlm berpakaian tetapi di lihat
sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya.


akhawat sejati....bukanlah di lihat dari kekhawatiran di goda orang di jalan,tetapi
di lihat dari kekhawatiran dirinyalah yg mengundang orang jadi tergoda.

akhwat sejati.....bikan di lihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yg ia jalani
tetapi di lihat dari sejauh mana ia menghadapi ujian itu dgn penuh rasa syukur.


dan ingatlah.....akhwat sejati bukan di lihat dari sifat supelnya dalam bergaul,tetapi
di lihat sejauh mana ia menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul.

akhwat sejati.....bukan di lihat dari besarnya jilbab yg dia pakai,tetapi dari besarnya
semangat jihad dalam dirinya.

akhwat sejati.....bukan hanya di lihat dari tertutup rapat tubuhnya,tetapi ketulusan hatinya
menutupi aib saudaranya.

akhwat sejati......bukan di lihat dari lembut suaranya,tetapi kelembutan hatinya yg mudah
menangis melihat kezholiman.

akhwat sejati.....bukan hanya di lihat dari maniz senyumnya,tetapi maniz hati yg peduli
pada mereka yg membutuhkan.

akhwat sejati.....bukan di lihat dari tunduk pandangannya,tetapi juga semangat
menundukkan musuh2 allah.

setelah itu sang anak kembali bertanya,''siapakah yg dapat menjadi kriteria sprt itu,abi???''
sang ayah memberikan sebuah buku dan berkata,''pelajarilah mereka!''
sang anak pun mengambil buku itu dan terlihat sebuah tulisan'' ISTRI RASULULLAH'',(muslimah sholehah)

mengapa shalat menghadap kiblat,,

Sabtu, 12 Desember 2009

Kenapa shalat harus, menghadap Ka'bah? Jawab yang paling gampang dan benar adalah, karena ini perintah Allah. Pada awalnya, shalatnya orang Islam pernah menghadap ke Baitul Maqdis atau Masjid Al Aqsha di Palestina. Barangkali, karena rasululullah melakukan perjalanan Mi'raj di masjid Aqsha tersebut. Sehingga, kiblat shalat di arahkan ke sana .

Akan tetapi seiring dengan perkembangan agama Islam, banyak orang-orang yahudi yang melecehkan umat Islam. Mereka mengatakan bahwa orang Islam kalau shalat menghadap ke Palestina, tanahnya orang yahudi. Tentu saja, ini membuat umat Islam waktu itu merasa tidak enak hati. Bahkan Rasulullah juga merasa tidak enak hati. Akan tetapi karena ini perintah Allah maka dijalani dengan taat. Namun rasul memendam perasaan dalam hati.

Sampai suatu ketika Allah merespon perasaan umat Islam dan kegundahan Rasulullah pada waktu itu. Maka, saat umat Islam berjamaah di sebuah masjid di Madinah, turunlah wahyu agar Rasulullah memindahkan kiblat dari masjid al Aqsha menuju ke arah Ka'bah di Masjid al Haram.

Pada waktu itu juga Rasulullah mengubah arah kiblatnya, menghadap ke Ka'bah meskipun sedang dalam keadaan shalat berjamaah. Sehingga sebagian makmumnya, waktu itu merasa kebingungan dengan perubahan mendadak itu. Lantas, sesudah shalat, Rasulullah menjelaskan bahwa beliau baru saja memperoleh perintah untuk memindahkan arah kiblat.

Maka bergembiralah umat Islam. Dan, masjid di mana ayat itu turun, dinamakan masjid Kiblatain atau masjid dengan dua kiblat. (QS. Al Baqarah : 142 - 150)

Lantas apakah fungsi kita menghadap Ka'bah Apakah untuk menyembahnya? Sama sekali tidak Karena kita tahu pasti bahwa kita hanya menyembah Allah. Ka'bah hanya berfungsi untuk memfokuskar pancaran-pancaran energi yang terjadi akibat orang bershalat di seluruh dunia.

Kalau kita amati, setiap saat Ka'bah dilingkar oleh jamaah yang sedang bershalat. Mulai dari yang paling dekat di sekitar Ka'bah sampai yang terjauh di balik bumi Mekkah. Akan tetapi yang unik, semua jamaah itu berkeliling menghadap Ka'bah, yang berdiri di timur, menghadap ke barat, yang berada di barat menghadap ke timur. Demikian pula yang di selatan menghadap ke utara, dan sebaliknya yang di utara menghadap selatan. Jamaah shalat di seluruh dunia terus menerus melingkari Ka'bah, sepanjang hari sesuai dengan pergerakan matahari.

Saya membayangkan, betapa telah terjadi ketegangan medan elektromagnetik antara orang-orang yang bershalat di seluruh dunia dengan Ka'bah. Kenapa demikian? Karena manusia yang bershalat itu sedang melakukan gerakan-gerakan meditasi energi. Mulai dari mengangkat tangan, sambil membaca takbir, kemudian rukuk, iktidal, sujud dan seterusnya. Setiap gerakan selalu memunculkan energi yang berbeda. Juga bergantung pada tingkat kekhusyukannya dalam berdoa sepanjang shalatnya.

Dalam pemahaman Fisika, jika ada benda bermuatan listrik bergerak-gerak secara periodik dengan basis gerakan berputar, maka akan terjadi medan elektromagnetik. Dalam hal shalat, gerakan yang dilakukan adalah gerakan yang berbasis pada gerakan berputar.

Contoh: bertakbir dengan mengangkat tangan. Sebenarnya kita sedang melakukan penggalan gerakan berputar sejauh 180 derajat. Posisi tangan, tadinya menggantung ke bawah sejajar badan, kemudian telapak tangannya diangkat sampai sejajar telinga. Kalau dibuat sudut pergerakan telapak tangannya, maka kita sedang menggerakan tangan kita sejauh 180 derajat. Kemudian kita mengembalikan ke posisi semula, atau bersedekap di perut.

Demikian pula gerakan gerakan rukuk, iktidal dan sujud. Semua itu berupa penggalan gerakan berputar masing-masing, rukuk 90 derajat, iktidal 90 derajat, sujud 135 derajat. Setiap gerakan itu akan menghasilkan perubahan-perubahan pancaran energi dari tubuh kita, dan akan menghasilkan medan elektromagnetik antara kita dengan Ka'bah.

Apakah medan elektromagnetik itu bisa terbentuk meskipun jarak kita dengan Ka'bah sangat jauh? Sangat bisa, karena kecepatan gelombang elektromagnetik itu sangatlah tinggi. Sehingga jarak ribuan kilometer bisa ditempuh dalam orde detik saja. Apalagi, kalau hati kita sudah memancarkan cahaya ilahiah, maka interaksi energial kita dengan Ka'bah itu berlangsung hanya dalam orde sepersekian detik. Sebab, cahaya dengan kecepatan 300.000 km per detik itu mampu mengelilingi bumi 7,5 kali hanya dalam waktu 1 detik !

Apalagi bagi mereka yang melakukan shalat dekat dengan Ka'bah. Interaksi energi itu menjadi demikian dahsyatnya. Apa pun alasannya, kedekatan antara Ka'bah dan orang yang bershalat akan menimbulkan dampak yang luar biasa.

Dalam waktu yang bersamaan, seseorang yang bershalat di sekitar Ka'bah akan memperoleh akumulasi pancaran energi positif dari Ka'bah. yang pertama, disebabkan oleh energi nabi Ibrahim yang membekas di seluruh `petilasannya' . yang kedua, berasal dari putaran orang berthawaf di Ka'bah. Dan yang ketiga, berasal dari aktivitas shalat umat Islam di seluruh dunia.

Maka, bisa kita bayangkan betapa besarnya manfaat (pahala) untuk bisa berdekatan dengan Ka'bah. Dalam konteks bershalat di sekitar Ka'bah, maka pantaslah Rasulullah menyebutkan pahala 100.000 kali lipat dibandingkan pahala shalat sendirian.

Jutaan jamaah yang shalat di seputar Ka'bah itu telah menyebabkan akumulasi energi yang sangat besar. Ibarat baterai yang digabungkan secara serial, jutaan manusia yang berisi miliaran bioelektron itu menghasilkan energi positif yang dahsyat pula. Energi itu, di satu sisi bergerak vertikal untuk berkomunikasi dengan Allah. Dan di sisi yang lain bergerak secara horisontal `menyirami' tubuh dan hati kita dengan frekuensi yang sangat tinggi, menetralisir berbagai
ketidakstabilan dalam diri dan jiwa kita.

Akan tetapi sekali lagi perlu saya ingatkan, bahwa manfaat energi positif itu bagi kita sangat bergantung pada penerimaan kita sendiri apakah hati kita terbuka untuk menerimanya. Jika tidak, maka pusaran energi yang dahsyat itu sama sekali tidak akan mampu merubah kondisi kita baik secara fisik maupun kejiwaan.

Kondisi kita pada waktu itu harus rendah hati dan khusyuk, sebagaimana lazimnya orang-orang yang berdoa dan bermunaiat kepada Allah. Dalam kondisi yang demikian, maka hati kita akan bergetar seperti digambarkan oleh Allah: "Yaitu orang-orang yang hatinya bergetar
ketika disebut nama Allah."